Artikel
Penerapan Restitusi, Konsekuensi, dan Hukuman Bagi Siswa di Kelas
OLEH : FADHILAH S.Pd. SD
GURU SDN 16 MANDAU KAB. BENGKALIS
Dalam menjalankan keyakinan kelas atau peraturan terhadap suatu pelanggaran yang terjadi, tentunya akan menimbulkan dampak perubahan terhadap perilaku murid. Oleh sebab itu perlu adanya kajian atau tinjauan ulang terhadap upaya penegakan keyakinan kelas atau peraturan kelas yang ada. Tindakan terhadap suatu pelanggaran biasanya dapat berbentuk hukuman atau konsekuensi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi dianggap mampu memecahkan masalah peserta didik kerena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan.
Restitusi memperbaiki hubungan.
Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan.
Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan. Restitusi fokus pada solusi. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya .
Namun berbeda dengan hukuman. Hukuman lebih bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya.
Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis. Selain itu murid terasa seperti disakiti oleh suatu tindakan atau perkataan. Sementara konsekuensi merupakan upaya atau bagian dari penegakan kedisiplinan, sudah terencana atau sudah disepakati, biasanya sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Bentuk-bentuk konsekuensi pada umumnyai dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya seperti apa konsekuensi yang akan diterima ketika terjadi pelanggaran.
Dalam penerapan konsekuensi, murid seperti dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, serta melakukan pelanggaran lain terhadap peraturan yang telah disepakati, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya, atau menjalankan konsekuensi dari akibat pelanggaran yang telah dilakukannya.
Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Oleh sebab itu, sikap guru di sini hendaknya senantiasa mengingatkan dan memonitor perilaku murid***