OTT Gubernur Kepri, KPK Tak Terima Investasi Jadi Alasan Pembenar Korupsi
Jakarta - Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebutkan adanya alasan investasi di balik korupsi yang dilakukan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun. Alasan itu dinilai Basaria tidak dapat diterima.
"Dalam proses pemeriksaan yang berjalan, disampaikan juga alasan investasi. Hal ini kami pandang lebih buruk lagi jika alasan investasi digunakan sebagai pembenar dalam melakukan korupsi," kata Basaria dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
"Investasi semestinya dilakukan tanpa korupsi dan tidak merusak lingkungan," imbuh Basaria.
Nurdin diduga menerima suap terkait dengan izin reklamasi untuk pengusaha bernama Abu Bakar. Jumlah suap yang diduga diterima Nurdin yaitu sebesar SGD 5 ribu dan 45 juta pada 30 Mei 2019 dan sebesar SGD 6 ribu pada 10 Juli 2019. Bila dijumlahkan dalam pecahan rupiah maka totalnya sekitar Rp 159 juta.
Dalam praktiknya, Nurdin diduga dibantu Edy Sofyan sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono sebagai Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri. Edy diduga menjadi perantara suap dari Abu Bakar ke Nurdin.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi. KPK menyebut gratifikasi itu berupa temuan uang di rumah Nurdin. Uang dalam berbagai pecahan mata uang itu ditemukan KPK dalam tas yang totalnya lebih dari Rp 666 juta, dengan rinciannya adalah sebagai berikut:
- SGD 43.942
- USD 5.303
- EURO 5
- RM 407
- Riyal 500
- Rp 132.610.000
Dalam kasus ini, Nurdin disangkakan 2 pasal yaitu mengenai suap dan gratifikasi. Sedangkan Edy dan Budi disangkakan pasal penerimaan suap. Sedangkan sangkaan pasal pemberian suap dikenakan pada Abu Bakar.(detik.com).
Editor: Yudi