Bagansiapiapi-Kota Bagansiapiapi yang kini masuk wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Riau, pernah dikenal kejayaannya sebagai pusat perikanan nasional, setidaknya hingga belasan tahun silam.
Kota di muara Sungai Rokan ini, langsung berhadapan dengan Selat Malaka. Tak mengherankan jika produksi perikanannya pernah sangat tinggi, hingga ratusan ribu ton dalam setahun.
Tapi kini kisah kejayaan itu tinggal cerita dan terus memudar.Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan pudarnya kejayaan itu akibat keserakahan para pengusaha perikanan yang menggunakan trawl (pukat harimau) untuk menangkap ikan.
Dengan trawl, ujarnya, sekali jaring mampu menguras hingga 1 ton ikan. Tidak hanya ikan besar, namun juga ikan-ikan kecil. Hasil tangkapan pun melimpah, namun tak berlangsung lama.
"Saya ingin ingatkan kepada Pak Gubernur (Riau), Bagansiapiapi, produsen ikan terbesar. Zaman dahulu. Namun karena keserakahan trawl-trawl itu, habislah ikan, ikan kecil tak ada lagi," kata Menteri Susi dihadapan Pelaksana Tugas Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim, Rabu (3/10).
Susi menyampaikan hal itu, saat bersama Ustaz Abdul Somad mengikuti acara Parenting Akbar dan Makan Ikan, di Pondok Pesantren Al-Ihsan Boarding School, Kabupaten Kampar, Riau. Acara itu juga dihadiri Gubernur Riau, Bupati Kampar, para santri dan keluarganya, serta warga sekitar.
Plt Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim, sebelumnya pernah menjadi Bupati Rokan Hilir di awal-awal otonomi daerah diterapkan.
Usai dari Bagan Siapiapi, lanjut Susi, nelayan yang menggunakan trawl sempat pindah ke Pulau Jawa. Namun, di sana terjadi penolakan, sehingga ikan di perairan Pulau Jawa tidak habis seperti terjadi di Riau.
Untuk itu, Susi mengingatkan, selain memerangi kapal ikan asing, ia juga turut melarang penggunaan trawl. "Sehingga nelayan tradisional dapat dengan mudah kembali mencari ikan, tanpa perlu jauh ke tengah laut," pungkasnya.
Sumber Berita: m.kumparan.com